Physical Address

304 North Cardinal St.
Dorchester Center, MA 02124

https: img.okezone.com content 2022 07 14 612 2629748 marak-kasus-pelecehan-anak-di-lembaga-pendidikan-psikolog-timbulkan-guncangan-insecrurity-ULzDK4hiET.jpg

Marak Kasus Pelecehan Anak di Lembaga Pendidikan, Psikolog: Timbulkan Guncangan Insecrurity : Okezone Lifestyle

Marak Kasus Pelecehan Anak di Lembaga Pendidikan, Psikolog: Timbulkan Guncangan Insecrurity : Okezone Lifestyle

KASUS pelecehan seksual, terutama pada anak-anak memang tengah banyak mencuat beberapa waktu belakangan. Berdasarkan data Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak (P2TP2A) Jakarta, kasus pelecehan seksual paling banyak menimpa perempuan dan anak pada 2020 mencapai delapan kasus.

Kemudian pada 2021 mencapai tujuh kasus dan pada periode Januari-Juni 2022 kasus pelecehan seksual di Jakarta naik mencapai 15 kasus. Pada 2020 dan 2021, masing-masing terdapat dua kasus pelecehan seksual yang menimpa anak perempuan dan selama semester pertama 2022 terdapat empat laporan pelecehan seksual yang terjadi pada anak perempuan.

Psikolog klinis Ratih Ibrahim berpendapat, kasus pelecehan seksual pada anak berpotensi menyebabkan sang korban mengalami trauma yang mendalam. Menurutnya, berbagai kasus pelecehan seksual di lembaga pendidikan juga menyebabkan keraguan dan menghilangkan kepercayaan masyarakat terhadap institusi tersebut.

“Jadi dampaknya kepada masyarakat muncul goncangan insecrurity atau ketidakamanan dan kepercayaan luar biasa besar, dan pada korbannya itu rusaknya dahsyat banget,” ujar Ratih dilansir dari Antara.

Selain runtuhnya kepercayaan masyarakat terhadap institusi pendidikan berbasis agama, korban pelecehan seksual juga tak hanya “dirusak” secara fisik tapi berpotensi mengalami trauma berkepanjangan.

“Jadi pada korban efeknya luar biasa merusaknya secara seksual apalagi dilakukannya di lembaga yang semestinya suci, sakral dan dilakukan oleh orang yang semestinya justru menjadi panutan teladan dan tonggak moralitas,” ucapnya.

Dengan demikian, ia berharap institusi pendidikan dapat melakukan seleksi tenaga pengajar secara lebih ketat, dengan harapan bisa mencegah masuknya ‘penjahat’ dalam institusi tersebut. Selain itu juga penting melihat kepribadiannya dan integritas sebagai seorang tenaga pendidik profesional.

“Artinya bukan hanya berbasis pada kompetensi, penampilan, performa dan sebagainya. Kita harus menelisik kepada latar belakangnya secara jeli, kemudian value-nya dia terhadap nilai hidupnya, apakah dia menghormati kesucian, menghormati kemanusiaan dan menghormati anak didiknya sebagai titipan dari Allah kepada dia,” ucap lulusan psikologi Universitas Indonesia (UI) itu.

Pendiri dan CEO Personal Growth itu mengatakan, jika pelecehan seksual sudah terjadi, pelaku harus dihadapkan pada konsekuensi hukum yang tegas dan adil sesuai bukti dalam pengadilan. Ia juga meminta guru serta orang tua bekerja sama melindungi dan mendengarkan korban.

“Tentu juga ada pendampingan psikologis oleh psikolog klinis dan psikiater untuk membantu si korban bisa menyembuhkan lukanya kemudian bisa menghadapi lukanya, membangun ketahanan dia, sehingga kemudian bisa berfungsi lagi,” ucap psikolog yang juga konselor pernikahan ini.

Ratih pun menyarankan kepada para orangtua untuk membentengi anak demi mencegah tindak pelecehan seksual, yaitu dengan edukasi tentang seksualitas dan edukasi sosial. Harapannya agar anak bisa menjaga dirinya dari tindakan seksual bahkan dari orang terdekat.

“Di sini kan harapannya orangtua sungguh-sungguh jadi pelindung utamanya anak-anak. Makanya sangat sedih kalo pelakunya justru orangtua atau orang yang menjadi walinya,” ucap Ratih.

Ia pun memberi saran bagi orangtua yang ingin menyekolahkan anaknya di institusi pendidikan berbasis agama maupun sekolah lainnya, yaitu dengan melihat tenaga pendidik dan mencari tahu kurikulum sekolah tersebut. Ia juga menyarankan untuk melihat latar belakang sekolah dan berdiskusi dengan orangtua lainnya .

Source link

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *